Pelaku penyebar dokumen palsu atau berita bohong dapat dikenakan sejumlah pidana dengan beragam sanksi pidana penjara dan sanksi denda.
Beberapa waktu yang lalu, beredar foto dokumen mengenai reshuffle kabinet sejumlah menteri pemerintahan Joko Widodo di media sosial. Dokumen yang ditandatangani oleh Menteri Sekretaris Negara itu berisi sejumlah nama menteri dan penggantinya.
Setelah ditelusuri lebih lanjut, foto dokumen tersebut merupakan kabar palsu atau hoaks. Pernyataan hoaks tersebut telah disampaikan Kementerian Sekretariat Negara dalam akun resmi X.
Pelaku penyebar hoaks dapat dijerat dengan Pasal 28 ayat (1) dalam UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal tersebut mengatakan setiap orang sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancaman pidananya maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
Istilah hoaks memang tidak dikenal di dalam peraturan perundang-undangan, tetapi ada beberapa peraturan yang mengatur mengenai berita bohong ini salah satunya Pasal 28 ayat (1) UU ITE di atas.
Kemudian, ancaman pidana bagi pelaku penyebaran hoaks juga tercantum dalam KUHP Pasal 390 KUHP yang menyatakan, barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menyiarkan kabar bohong yang menyebabkan harga barang-barang dagangan, dana-dana atau surat-surat berharga menjadi turun atau naik diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
Tidak hanya itu, pelaku penyebaran hoaks juga dapat dipidana dengan UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, mengenai berita bohong yang diatur dalam Pasal 14 dan Pasal 15.
Pasal 14 berbunyi, barang siapa dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
Kemudian, barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Sementara itu, Pasal 15 mengatakan, barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan atau tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.
Dalam KUHP baru, kriminalisasi terhadap penyiaran berita bohong juga diatur dalam bab tindak pidana terhadap ketertiban umum. Terdapat tiga unsur tindak pidana penyebaran berita bohong, yaitu unsur menyiarkan atau menyebarkan, unsur berita bohong atau kabar angin atau kabar yang disiarkan dengan tambahan atau dikurangi, dan unsur keonaran.
Oleh: