Menurut KUH Perdata, perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.. Sebagai salah satu bentuk perikatan, perjanjian dapat dibuat untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.
Yang dimaksud dengan memberikan sesuatu adalah kewajiban untuk menyerahkan barang yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik, sampai saat penyerahan. Luas tidaknya kewajibannya tergantung pada persetujuan atau kesepakatannya.[3] Sedangkan berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian, dan bunga, bila tidak memenuhi kewajibannya.
Dalam membuat perjanjian, para pihak harus memerhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu: :
- kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
- kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
- suatu pokok persoalan tertentu;
- suatu sebab yang tidak terlarang.
Kemudian, penting untuk diketahui bahwa suatu perjanjian tidak mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
Definisi Perjanjian Pinjam Meminjam
Salah satu bentuk perjanjian adalah pinjam meminjam. Definisi pinjam meminjam menurut Pasal 1754 KUH Perdata adalah suatu perjanjian di mana pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua. Syaratnya, pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.
Pinjam meminjam uang pada saat ini bisa dilakukan di berbagai tempat. Tidak jarang syarat dan proses pinjam meminjamnya pun semakin mudah. Ditambah dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, masyarakat pun sudah bisa meminjam uang secara online tanpa perlu mendatangi tempat jasa penyelenggara pinjaman tersebut. Cukup dengan mengakses website atau aplikasi salah satu financial technology (“fintech”), transaksi keuangan seperti pinjaman hingga transfer dana dapat dilakukan dari mana saja dan kapan saja.
Pinjol atau pinjaman online adalah fasilitas pinjaman uang oleh penyelenggara layanan jasa keuangan yang beroperasi secara online. Adapun dijelaskan menurut Pasal 1 angka 1 POJK 10/2022: Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi yang selanjutnya disingkat LPBBTI adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi dana dengan penerima dana dalam melakukan pendanaan konvensional atau berdasarkan prinsip syariah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan internet.
Sebagaimana telah disebutkan, dalam LPBBTI ini termasuk juga layanan pinjam meminjam uang atau dalam masyarakat juga dikenal pinjol. Sebab, definisi pendanaan dalam POJK 10/2022 adalah penyaluran dana dari pemberi dana kepada penerima dana dengan suatu janji yang akan dibayarkan atau dikembalikan sesuai dengan jangka waktu tertentu..
Kemudian, penyelenggara LPBBTI adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan LPBBTI baik secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah. Penyelenggara tersebut wajib dinyatakan sebagai Lembaga Jasa Keuangan Lainnya dengan berbentuk perseroan terbatas, yang dalam melaksanakan kegiatan usaha LPBBTI harus terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”).
Lebih lanjut, menurut Pasal 44 ayat (1) POJK 10/2022, penyelenggara layanan pinjaman online wajib:
- menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh hingga data tersebut dimusnahkan;
- memastikan tersedianya proses autentikasi, verifikasi, dan validasi yang mendukung kenirsangkalan dalam mengakses, memproses, dan mengeksekusi data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya;
- menjamin bahwa perolehan, penggunaan, pemanfaatan, dan pengungkapan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang diperoleh oleh penyelenggara berdasarkan persetujuan pemilik data pribadi, data transaksi, dan data keuangan, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;
- memberitahukan secara tertulis kepada pemilik data pribadi, data transaksi, dan data keuangan jika terjadi kegagalan dalam perlindungan kerahasiaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya.
Aspek Hukum Emergency Contact Pada Pinjol
Pada saat pengajuan pinjaman online, tidak jarang berbagai website atau aplikasi pinjaman online mensyaratkan kepada calon nasabahnya untuk mencantumkan beberapa nomor emergency contact. Emergency contact atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah kontak darurat adalah nomor yang dihubungi apabila terjadi sesuatu hal pada transaksi pinjam meminjam yang sedang berlangsung, misalnya peminjam tidak dapat dihubungi karena kendala dalam pembayaran pinjamannya..
Kemudian sebagai informasi, menurut Pasal 32 ayat (2) POJK 10/2022, perjanjian pendanaan yang dituangkan dalam dokumen elektronik paling sedikit wajib memuat:
- nomor perjanjian;
- tanggal perjanjian;
- identitas para pihak;
- hak dan kewajiban para pihak;
- jumlah Pendanaan;
- manfaat ekonomi Pendanaan;
- nilai angsuran;
- jangka waktu;
- objek jaminan, jika ada;
- biaya terkait;
- ketentuan mengenai denda, jika ada
- penggunaan Data Pribadi;
- mekanisme penyelesaian sengketa; dan
- mekanisme penyelesaian hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan jika Penyelenggara tidak dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya.
Sehingga, emergency contact sendiri pada dasarnya bukan unsur minimum dalam perjanjian pemberian pinjaman online maupun mitigasi risiko.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, penyelenggara pinjaman wajib, di antaranya:
- memastikan tersedianya proses autentikasi, verifikasi, dan validasi yang mendukung kenirsangkalan dalam mengakses, memproses, dan mengeksekusi data pribadi, data transaksi dan data keuangan yang dikelolanya.
- menjamin bahwa perolehan, penggunaan, pemanfaatan, dan pengungkapan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang diperoleh oleh penyelenggara berdasarkan persetujuan pemilik data pribadi, data transaksi, dan data keuangan, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dapat dilihat bahwa ketentuan tersebut menggunakan subjek ‘pemilik data pribadi’, bukan terbatas pada peminjam saja. Berdasarkan hal tersebut, menurut hemat kami seharusnya pihak penyelenggara pinjaman online terlebih dahulu harus meminta persetujuan dari pihak emergency contact.
Karena, jika nasabah dari pihak penyelenggara pinjaman online tersebut terlambat untuk melakukan pembayaran, maka pihak penyelenggara pinjaman online akan menghubungi pihak emergency contact selaku orang terdekat yang mengenal nasabahnya tersebut. Bisa jadi, pihak emergency contact menjadi terganggu akan hal tersebut, misalnya karena penyelenggara pinjol mengirim pesan singkat yang berisikan ancaman untuk memperingati peminjam agar segera membayar pinjaman, teror secara berkala kepada emergency contact, dan lain-lain. Padahal, jika melihat kedudukannya, pihak emergency contact bukanlah orang yang meminjam uang tersebut.
Langkah Hukum Jika Menolak Menjadi Emergency Contact
Selanjutnya, menjawab pertanyaan Anda terkait tidak bersedianya seseorang menjadi emergency contact di saat pengajuan pinjol sudah disetujui dan berlangsung, dalam keadaan ini, kita perlu kembali ke uraian pertama bahwa pihak penyelenggara pinjaman online harus bertanya atau mengonfirmasi kesediaan pihak emergency contact.
Pada kasus ini, apabila nasabah lalai dalam memenuhi kewajibannya, pihak penyelenggara pinjaman online akan menghubungi pihak emergency contact. Apabila tidak ada konfirmasi kesediaan pihak yang dijadikan sebagai emergency contact, sehingga ia terganggu dan merasa dirugikan, pihak emergency contact dapat melaporkan penyelenggara ke lembaga terkait dan menggugat pihak penyelenggara secara perdata sebagai berikut.
- Melaporkan ke Lembaga Terkait
Sebagai informasi, menurut Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PDP dan Penjelasannya, data pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang antara lain adalah nomor telepon seluler dan IP Address, merupakan salah satu data pribadi yang bersifat umum yang dilindungi.
Penyelenggara fintech yang menggunakan atau memproses data pribadi tanpa persetujuan pemiliknya dapat dikenai sanksi administratif berdasarkan UU PDP dan POJK 10/2022.
Pihak emergency contact dapat melaporkan kepada OJK jika tidak ada persetujuan pemrosesan data pribadi atau penyelenggara fintech tidak mematuhi prinsip-prinsip sebagaimana diatur di dalam Pasal 44 ayat (1) POJK 10/2022.
Adapun sanksi administratif bagi penyelenggara fintech tersebut dapat berupa:
- peringatan tertulis;
- denda, yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
- pembatasan kegiatan usaha; dan/atau
- pencabutan izin.
Sanksi administratif tersebut dapat disertai dengan pemblokiran sistem elektronik penyelenggara pinjol.
Sedangkan dalam UU PDP, pihak emergency contact yang merasa dirugikan dapat melaporkan ke Lembaga Penyelenggaraan Pelindungan Data Pribadi yang ditetapkan oleh presiden. Adapun sanksi administratif yang ditetapkan UU PDP adalah:
- peringatan tertulis;
- penghentian sementara semua kegiatan pemrosesan data pribadi;
- penghapusan atau pemusnahan data pribadi; dan/atau
- denda administratif dikenakan paling tinggi 2% dari pendapatan tahunan atau penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran.[16]
- Menggugat Secara Perdata
Salah satu hak subjek data pribadi dalam UU PDP adalah menggugat pengendali data pribadi dan menerima ganti rugi atas pelanggaran pemrosesan data pribadi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mengatur hal serupa, Pasal 26 ayat (1) UU 19/2016 berbunyi:
Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
Dengan demikian, setiap orang yang dilanggar haknya tersebut dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan.
Untuk mengajukan gugatan atas penyalahgunaan data pribadi, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (“PMH”) dalam Pasal 1365 KUH Perdata.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
- Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi;
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 10/POJK.05/2022 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.
Referensi:
Melin Simorangkir dan Josep Irvan Gilang. Pelindungan Hukum bagi Emergency Contact dalam Transaksi Pinjaman Online pada Aplikasi Financial Technology. PLEADS, Padjadjaran Law Review, Vol. 10, No. 1, 2022.