Jl. Raya Panglima Sudirman No.19 | Kota Probolinggo

Email Kami

jdih@probolinggokota.go.id

Telepon

(0335)421830

Perundungan di Sekolah oleh Anak, Bagaimana Hukumnya?

Pelaksanaan hak dan kewajiban bagi anak yang melakukan tindak pidana perlu mendapat bantuan dan perlindungan agar seimbang dan manusiawi. Seorang siswi kelas 2 SD di Gresik mengalami kebutaan permanen usai matanya dicolok menggunakan tusuk bakso oleh kakak kelasnya. Diketahui korban juga mengaku turut mendapatkan perundungan sejak kelas 1 SD hingga menyebabkan trauma.

Kejadian ini mendapat perhatian dari berbagai pihak, seperti dari DPR misalnya. Anggota DPR RI Nasyirul Falah Amru (Gus Falah) mendesak penegak hukum untuk menindak pelaku pencolokan mata siswi kelas 2 SD di Menganti, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.”Kepolisian harus mengusut dan menindak pelaku pencolokan mata siswi tersebut,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (20/9).

Perundungan yang terjadi di sekolah membuat sekolah yang seharusnya menjadi salah satu institusi pendidikan formal yang mampu memberikan tempat yang aman bagi anak-anak untuk belajar dan berinteraksi menjadi dipertanyakan.

Padahal dalam Pasal 54 ayat (1) UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan, anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindakan kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga pendidik, sesama peserta didik dan atau pihak lain.

Kejadian naas yang menimpa siswi SD di Gresik tersebut menjadi pertimbangan bagi hakim dalam memutus perkara. Mengingat perundungan merupakan suatu perbuatan yang dilakukan seseorang terhadap orang lain dengan adanya niat kesengajaan yang dapat menyebabkan adanya penderitaan fisik maupun mental, sakit, dan luka, sehingga dalam penerapan hukumnya dapat dikenakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perundungan. Peraturan tersebut antara lain Pasal 170 ayat (1) dan (2) KUHP, Pasal 351 sampai Pasal 355 KUHP, Pasal 80 UU tentang Perlindungan Anak.

Kasus perundungan yang dialami oleh siswi SD di Gresik tersebut adalah seorang anak berusia 8 tahun. Menurut Pasal 80 ayat (3) UU Perlindungan Anak, pelaku dapat diancam pidana penjara paling lama 15 tahun.

Namun, timbul masalah lain. Pasal 32 ayat (2) UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak menjelaskan bahwa penahanan terhadap anak hanya dapat dilakukan dengan syarat:

  1. Anak telah berumur 14 tahun atau lebih.
  2. Diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 tahun atau lebih.

Beberapa aturan hukum menjadi pertimbangan hakim dalam menegakan hukum yang adil, baik bagi pelaku atau korban perundungan. Anak yang ditahan sebagai pelaku perundungan belum tentu berhasil memberikan efek jera, begitupun anak yang tidak dikenakan sanksi atas tindakan yang ia lakukan bisa saja membuat anak dapat melakukan perbuatan yang sama dikemudian hari.

Dalam menegakkan hukum terdapat tiga unsur yang harus selalu diperhatikan, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan hukum, dan keadilan. Penjatuhan pidana terhadap anak adalah upaya hukum terakhir yang bersifat ultimum remedium, yang artinya penjatuhan pidana terhadap anak hanya dapat dilakukan jika tidak ada lagi upaya hukum lain yang menguntungkan bagi anak.

Lalu, Pasal 46 KUHP dijelaskan bahwa jika hakim menjatuhkan putusan agar anak yang melakukan tindak pidana diserahkan kepada pemerintah maka anak dimasukkan   dalam rumah pendidikan negara supaya menerima pendidikan dari pemerintah atau diserahkan kepada orang tertentu yang bertempat tinggal di Indonesia, atau kepada suatu badan hukum, yayasan, atau lembaga amal yang berkedudukan di Indonesia untuk menyelenggarakan pendidikannya, atau di kemudian hari atas tanggungan pemerintah. Hal ini dilakukan paling lama sampai anak tersebut mencapai umur 18 tahun.

Anak yang berhadapan dengan hukum sebagai korban maupun pelaku, wajib dilindungi haknya oleh pemerintah dan perlu ditangani dengan seksama. Wujud dari keadilan adalah hak dan kewajiban seimbang, pelaksanaan hak dan kewajiban bagi anak yang melakukan tindak pidana perlu mendapat bantuan dan perlindungan agar seimbang dan manusiawi.